Catatan editor: Versi sebelumnya menyiratkan bahwa orang tidak boleh bernyanyi selama pertemuan. Sarannya adalah mengenakan masker saat bernyanyi atau berbicara. Lihat tabel yang diperbarui untuk info lebih lanjut.

Empat bulan terakhir telah menjadi periode yang luar biasa bagi dunia kita. Penyebaran virus corona baru, COVID-19, meledak melanda seluruh dunia. Di baliknya adalah gambar ruang UGD yang penuh sesak, pasien ICU yang menggunakan ventilator, dan keluarga yang berduka karena kehilangan orang yang mereka cintai. Untuk membatasi penyebaran virus ini, sebagian besar pemerintah harus menerapkan perintah tinggal di rumah dengan ketat. Tindakan yang sama sekali bukan basa-basi ini diperlukan karena banyak negara tidak siap untuk penyebaran virus yang cepat ini. Jika tidak ada yang dilakukan, maka infeksi yang meningkat pesat ini akan menjadi prahara bagi sistem perawatan kesehatan dan kematian akan meningkat dengan cepat.

Selama periode ini, gereja-gereja di seluruh negara telah menutup pintu gereja mereka untuk ibadah dan pelayanan langsung. Berbagai upaya tindakan pencegahan ini, pada awalnya mungkin kita tidak bisa paham bagaimana bisa membatasi penyebaran COVID-19 Tetapi saya yakin bahwa ini telah mencegah banyak infeksi dan kematian yang akan terjadi di antara jemaat dan keluarga serta teman-teman mereka.

Setelah enam minggu atau lebih dari perintah tinggal di rumah, klaim pengangguran menumpuk, orang-orang menjadi gelisah di rumah mereka, dan aspirasi yang semakin menuntut pemerintah untuk melonggarkan pembatasan mereka.

Meskipun para ahli kesehatan masyarakat memperingatkan bahwa negara tersebut kurang dalam pengujian, pelacakan kontak sentuhan langsung dan karantina yang diperlukan untuk menjaga pandemi tetap terkendali, beberapa negara melonggarkan pembatasan mereka dan mengizinkan bisnis "yang tidak terlalu penting" untuk dibuka kembali.

Gereja-gereja kita menghadapi serangkaian keputusan baru: kapan harus melanjutkan pelayanan langsung dan bagaimana melaksanakan pelayanan ini dengan aman ketika mereka akan melanjutkannya.

Dalam artikel ini, saya mengusulkan agar kedepannya mengambil pendekatan selangkah demi selangkah yang dapat menolong gereja untuk menjalani panggilan misionalnya, memenuhi kebutuhan jemaatnya, dan melindungi kesehatan mereka yang ada di gereja dan di komunitas kita.

Catatan: Gereja-gereja di bagian lain dunia menghadapi tantangan yang sama tentang kapan dan bagaimana melanjutkan kembali pelayanan langsung ketika pengisolasian yang diperintahkan pemerintah mereda. Pendekatan yang diuraikan di sini dapat dipakai untuk sebagian besar negara di luar AS meskipun selalu ada kebutuhan untuk adaptasi terhadap situasi lokal. Rencana selangkah demi selangkah sebagaimana yang dijelaskan tidak sulit atau mahal untuk diterapkan dan dapat membantu memastikan lingkungan yang aman bagi jemaat gereja-gereja.

Article continues below

Buletin-buletin gratis

Buletin-buletin lainnya

Pedoman kita dalam pengambilan keputusan

Untuk memahami panggilan Allah bagi gereja-gereja yang saya sarankan di kota saya, saya mengandalkan dua pedoman: kebenaran alkitabiah dan pengetahuan ilmiah, yang keduanya telah diberikan oleh Tuhan untuk menolong kita saat ini.

Amanat Agung menyatakan, "Kamu harus mengasihi Tuhan, Allahmu ... dan mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri." Selama pandemi ini, mengasihi diri sendiri diungkapkan dengan cara kita melindungi diri kita sendiri dari terinfeksi. Dengan cara yang sama, mengasihi sesama kita juga diekspresikan dengan cara kita melindungi mereka dari terinfeksi.

Bahkan saat kita fokus pada pencegahan infeksi COVID-19, akan tetapi, ada kebutuhan spiritual, emosional, dan sosial yang tidak boleh kita abaikan - pada diri kita sendiri dan orang lain. Selama periode jarak sosial ini, hal ini mungkin bahkan menjadi lebih penting lagi agar gereja-gereja kita memenuhi kebutuhan ini.

Sebagai murid Kristus, kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi ketika kita menjalani panggilan kita untuk beribadah, berdoa, menguatkan, bersaksi, memuridkan, dan melayani. Namun, kita sekarang harus melakukan semua ini dengan cara yang meminimalkan risiko penularan COVID-19. Karena itu, kita perlu menggunakan pengetahuan ilmiah tentang virus ini untuk mencegah penyebarannya di gereja-gereja kita.

Pengetahuan ilmiah terkini tentang COVID-19

Dengan para pemikir terbaik di dunia yang sedang mengerjakan COVID-19 saat ini, ada banyak kumpulan pengetahuan ilmiah yang berkembang pesat tentang virus ini. Kami juga mengumpulkan pembelajaran dari banyak negara tentang apa yang berhasil dan yang tidak berhasil untuk mengendalikan penyebaran COVID-19. Beberapa wawasan baru-baru ini sangat relevan bagi gereja untuk mempertimbangkan bagaimana melanjutkan pelayanan langsung.

Pertama, kita memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana virus menyebar

Bertentangan dengan pemahaman awal kita, kita sekarang tahu bahwa COVID-19 dapat ditularkan sebelum seseorang tersebut mengalami gejala. Ini menjelaskan mengapa virus menyebar begitu mudah dan dengan diam-diam, dan ini sangatlah mempersulit upaya untuk mengekang penyebarannya.

Article continues below

Kita juga tahu bahwa tidak setiap orang yang terinfeksi akan menulari orang lain. Faktor-faktor lain yang diperlukan untuk memfasilitasi transmisi. Termasuk:

  • Infeksi pada pasien COVID-19
  • Aksi yang meningkatkan pelepasan semburan cairan pernapasan dan aerosol ke udara di sekitarnya
  • Dekat dengan orang yang terinfeksi (dalam jarak 1,8 meter)
  • Lingkungan tertutup dengan ventilasi terbatas ke luar
  • Jumlah waktu yang dihabiskan bersama dengan orang yang terinfeksi
  • Jenis jaringan sosial, mis. Pencampuran antar generasi

Dengan semakin banyaknya faktor-faktor ini, maka semakin tinggi risiko penularan. Tetapi ketika kita dapat mengurangi faktor-faktor ini secara efektif, maka risiko penularan akan menurun. (lihat Tabel 1 di bawah).

Ada bukti yang berkembang bahwa orang-orang yang lebih muda dan anak-anak lebih susah terpengaruh oleh COVID-19. Anak-anak juga lebih kecil kemungkinannya untuk menunjukkan gejala ketika terinfeksi oleh COVID-19. Namun, jumlah virus yang mereka bawa dan kemampuan mereka untuk menyebar ke orang lain tampaknya tidak berbeda. Karena orang tua lebih rentan untuk mendapat COVID-19, implikasinya adalah bahwa kontak antar generasi harus diminimumkan untuk mengurangi transmisi COVID-19.

Kedua, kita tahu lebih banyak tentang efek berbahaya COVID-19

Awalnya, sebagian besar perhatian tentang bahaya COVID-19 berfokus pada orang lansia karena mereka memiliki tingkat fatalitas kasus yang jauh lebih tinggi. Kemudian kami mempelajari bahwa orang dewasa yang lebih muda dengan kondisi kronis umum seperti hipertensi dan diabetes juga memiliki peningkatan risiko komplikasi serius. Faktanya, hampir 60% dari yang diterima di rumah sakit COVID-19 di AS termasuk di antara mereka yang berusia kurang dari 65 tahun.

Sebuah studi baru-baru ini melaporkan bahwa 45% orang dewasa Amerika memiliki faktor risiko yang menempatkan mereka pada risiko komplikasi COVID-19 yang serius. Karena mereka yang menghadiri gereja-gereja kami rata-rata lebih tua dari populasi umum, bahkan proporsi jemaat gereja kami yang lebih tinggi beresiko untuk komplikasi COVID-19 yang serius.

Ketiga, kita memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tindakan pengendalian apa yang berhasil

Pengujian, pelacakan kontak sentuhan langsung, dan karantina kasus serta kontak dapat menurunkan epidemi COVID-19 tanpa harus pengisolasian besar-besaran. Namun, tindakan tersebut harus diambil dengan sangat cepat dan efektif. Korea Selatan dan Taiwan telah melakukan ini. Dalam 2-3 hari sejak timbulnya gejala, pasien COVID-19 diuji dan sebagian besar mereka dikarantina secara efektif. Ini bisa berhasil karena Korea Selatan dan Taiwan memiliki kader pelacak kontak yang terlatih dengan baik dan bersamaan dengan pengawasan elektronik untuk menemukan kontak dengan cepat dan mengimplementasikan karantina.

Article continues below

Ada bukti yang kuat bahwa menggunakan masker wajah secara substansial mengurangi pelepasan semburan cairan pernapasan dan aerosol ke udara di sekitarnya, bahkan ketika seseorang batuk atau berteriak. Manfaat utama dari menggunakan masker wajah adalah untuk mengurangi penyebaran COVID-19 dari sumber infeksi - orang yang terinfeksi. Terdapat juga perlindungan terbatas bagi orang yang rentan untuk terinfeksi. Masker buatan sendiri kurang efektif daripada masker bedah namun masih efektif. Selain itu, mengenakan masker wajah mencegah orang yang terinfeksi menggosok hidungnya dan menempatkan virus pada permukaan yang dia sentuh.

Keempat, para ahli sepakat bahwa COVID-19 akan berada di AS untuk masa yang mendatang dengan tingkat infeksi yang berfluktuasi di masyarakat.

Beberapa negara bagian telah mulai mengabaikan perintah tetap tinggal di rumah meskipun kasus COVID-19 mereka tetap tinggi atau baru saja mulai menurun. Hal ini akan menyebabkan peningkatan dalam transmisi dan kasus baru. Peningkatan ini dapat dikurangi dengan pengujian ekstensif, pelacakan kontak sentuhan langsung yang efektif, dan karantina kontak sentuhan langsung. Namun belum ada negara bagian yang memiliki kapasitas pengujian dan tenaga yang terlatih untuk melakukan penelusuran dan karantina kontak sentuhan langsung yang efektif.

Lalu ada tantangan penyebaran COVID-19 dari satu negara ke negara yang lainnya. Selama salah satu dari negara ini masih memiliki pengendalian epidemi yang buruk, maka negara-negara bagian yang telah secara signifikan mengurangi kasus pandemi akan tetap rentan terhadap penyebaran COVID-19 dari daerah-daerah tersebut.

Menerapkan ilmu sains terbaru untuk membuat perencanaan

Ketika mempertimbangkan keputusan untuk memulai kembali pelayanan secara langsung, pertama-tama kita harus melihat gereja sebagai tempat yang beresiko tinggi untuk terjadinya transmisi COVID-19. Ada banyak faktor dalam kegiatan di gereja kita yang mempengaruhi terjadinya penyebaran COVID-19 melalui udara (lihat Tabel 1 di bawah), dan jemaat kita berisiko lebih besar untuk mengalami komplikasi serius dari COVID-19. Karena itu, gereja harus memiliki perencanaan yang jelas tentang kapan dan bagaimana memulai kembali pelayanan secara langsung. Perencanaan tersebut harus mencakup hal-hal di bawah ini:

Article continues below
  • Mengurangi risiko penularan COVID-19 melalui udara selama kegiatan gereja. (Lihat tabel di bawah)
  • Mampu meningkatkan serta mengurangi aktivitas di gereja seiring dengan bertambah atau berkurangnya infeksi COVID-19 di masyarakat
  • Dengan cepat mampu mengidentifikasi riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi serta membantu melacak jika diperlukan
  • Melanjutkan kegiatan gereja secara langsung hanya jika ada bukti yang jelas tentang penurunan infeksi di masyarakat

Pendekatan langkah demi langkah untuk memulai kembali pelayanan langsung

Saya telah mengembangkan perencanaan 4 langkah dengan kegiatan-kegiatan gereja yang telah dimodifikasi yang bisa gereja kita gunakan. Perencanaan langkah-demi-langkah ini mencakup kegiatan-kegiatan yang dapat "ditambahkan" atau "dikurangkan" tergantung pada tingkat kejadian infeksi dalam masyarakat.

Selama pandemi ini, perencanaan tersebut bertujuan untuk membantu gereja-gereja kita untuk:

  • Menjalani panggilan misional kita
  • Memenuhi kebutuhan sosial, emosional, dan spiritual kita
  • Memberikan perlindungan melawan COVID-19
  • Mendukung upaya-upaya yang ada untuk mengendalikan COVID-19

Ketika menyadur perencanaan ini untuk gereja Anda, sangat penting untuk mematuhi peraturan-peraturan pemerintah setempat. Karena itu, jumlah orang yang diizinkan untuk berkumpul dalam perencanaan Anda mungkin berbeda dari perencaaan ini karena pembatasan setempat. Kegiatan dalam sebuah langkah dimaksudkan untuk dilakukan pada tingkat kejadian infeksi dalam masyarakat yang kurang lebih sama.Tabel ini hanya mencakup beberapa kegiatan gereja yang umum dilakukan. Dalam mengatur tentang bagaimana kegiatan lain dapat dilaksanakan dengan aman, pertimbangkanlah faktor-faktor dalam Tabel 1 dan di mana kegiatan yang dimodifikasi harus ditempatkan pada Tabel 2.

Menjalani panggilan misi kita melalui pertemuan kelompok kecil

Seiring pembatasan yang mengharuskan kita tinggal di rumah mulai dilonggarkan, perkumpulan kelompok kecil akan mulai diizinkan. Oleh karena itu, pertemuan kelompok kecil harus menjadi kegiatan pertama yang dilakukan. Kita harus bersemangat tentang hal ini, karena pertemuan kelompok kecil adalah cara yang baik untuk menjalani panggilan Tuhan bagi kita. Dalam kelompok kecil, kita dapat membangun hubungan yang lebih dalam satu sama lain, tumbuh dalam Firman Tuhan, menumbuhkan lingkungan yang lebih aman untuk saling bertanggung jawab, dan mendorong satu sama lain untuk hidup dalam kasih dan berbuat baik. Kelompok-kelompok ini dapat menjangkau banyak orang yang tidak mau memasuki gedung gereja tetapi mau diajak berkumpul di sebuah rumah. Mereka juga dapat membantu mempersiapkan dimulainya layanan ibadah langsung dengan berkumpul setiap minggu untuk beribadah, dan kemudian bergabung dengan kelompok-kelompok kecil lainnya untuk menghadiri ibadah langsung saat nanti dimulai kembali.

Article continues below

Seperti orang-orang Kristen yang teraniaya dalam Kisah Para Rasul 8, yang terserak di luar Yerusalem, pelayanan kita telah terserak dari batas gedung gereja kita. Dengan membangun kelompok-kelompok kecil yang kuat dan menjaga semuanya tetap kembali, kita sementara membangun fondasi yang kuat dan fleksibel untuk pelayanan gereja.

Risiko penularan COVID pada kelompok ini rendah. Risikonya dapat lebih lagi dikurangi dengan menjaga anggota kelompoknya tetap dan dalam kelompok usia yang sama. Jika tingkat infeksi di masyarakat masih tinggi, gunakan masker untuk perlindungan tambahan. Karena anggota kelompok saling mengenal satu sama lain, mereka dapat dengan cepat saling menginformasikan jika seseorang mulai mengalami gejala mirip COVID-19. Ini akan memudahkan anggota kelompok lainnya untuk melakukan karantina mandiri.

Memenuhi kebutuhan sosial, emosional, dan spiritual kita

Kita semua membutuhkan kontak dengan sesama manusia, tetapi terkadang kontak itu hanya di permukaan saja. Pandemi ini memberikan kita kesempatan untuk membangun hubungan yang lebih dalam. Untuk mengurangi risiko infeksi, kita harus mengurangi jumlah orang yang berhubungan dengan kita. Tetapi selalu bertemu dengan orang-orang yang sama dan hanya dengan orang-orang dalam kelompok usia yang sama dengan kita, juga mengurangi risiko terinfeksi.

Bayangkan strateginya seperti membuat gelembung-gelembung kecil pengaman dalam gereja. Semakin banyak jemaat yang tinggal di dalam gelembung mereka, semakin aman semua orang dalam jemaat, sementara infeksi di komunitas tetap ada. Berkumpul dengan kelompok orang yang sama dan dalam tahapan kehidupan yang sama juga dapat lebih memenuhi kebutuhan sosial, emosional, dan spiritual kita.

Memberikan perlindungan melawan COVID-19

Ketika pelayanan langsung di gereja dimulai kembali, penting untuk memeperhatikan jarak fisik setidaknya 6 kaki atau 2 meter. Meskipun jarak fisik biasanya diatur perseorangan, dapat juga diatur pada tingkat unit sosial. Misalnya, mereka yang hidup bersama adalah satu kesatuan sosial dan tidak perlu dipisahkan secara fisik di gereja. Sebagai sebuah unit mereka dapat secara fisik dipisahkan dari unit sosial lainnya.

Article continues below

Penggunaan masker bisa sangat membantu. Karena siapa pun yang masuk ke gereja kita bisa menjadi penyebar tanpa gejala, penggunaan masker pada setiap orang yang memasuki gereja dapat mengurangi penyebaran virus. Untuk meningkatkan jumlah pengguna masker, mintalah semua orang untuk menggunakannya. Ini akan menghilangkan stigma dari penggunaan masker dan membuat semua orang menggunakannya karena melihat teman sebayanya juga menggunakan masker.

Karena penggunaan masker, terutama yang buatan sendiri, tidak dapat mencegah semua penularan, kita juga harus tetap memperhatikan penerapan pendekatan lain untuk mengurangi penyebaran COVID-19. Karena jaga jarak fisik biasanya tidak bisa dilakukan dalam pertemuan kelompok kecil di rumah, menggunakan masker menjadi penting mengingat tingkat infeksi yang tinggi di masyarakat.

Mendukung upaya-upaya yang ada untuk mengendalikan COVID-19

Karena COVID-19 akan bersama kita dalam waktu yang cukup lama, penularan virus ini dapat terjadi selama dimulainya kembali kegiatan gereja secara langsung. Karena itu, demi keselamatan seluruh jemaat serta teman-teman dan tetangga mereka, gereja harus siap membantu lembaga kesehatan untuk mengidentifikasi dan mencari orang-orang yang pernah kontak dengan mereka yang terinfeksi.

Bekerja dengan lembaga kesehatan setempat, tugas pertama adalah dengan cepat mencari tahu siapa saja yang pernah kontak dengan pasien tersebut waktu ia ke gereja. Kemudian, jika diminta, gereja-gereja harus siap untuk dengan cepat memberitahukan orang-orang yang pernah kontak terserbut untuk melakukan karantina mandiri dan dievaluasi untuk COVID-19. Dengan cara ini, bahkan jika kontak ini terinfeksi, kita dapat meminimalisir penyebaran.

Ingat, kecepatan adalah yang paling penting dalam melakukan identifikasi kontak dan penelusuran.

Untuk itu, gereja Anda harus membuat sistem yang mengumpulkan informasi tentang semua jemaat. Berikut adalah beberapa saran untuk melakukan hal tersebut:

  • Membuat catatan di mana setiap orang duduk. Tetapkan nomor kursi dan baris (atau nomor meja) pada ruang pertemuan Anda.
  • Daftarkan semua orang yang memasuki ibadah. Catat nama mereka, informasi kontak, dan tempat mereka duduk. Untuk setiap rumah tangga, hanya satu orang yang perlu mendaftar tetapi ia harus membuat daftar jumlah orang dalam kelompoknya.
  • Pertahankan catatan tersebut setidaknya selama 3 minggu.
Article continues below
  • Tunjuklah orang dalam gereja untuk bertanggung jawab mengatur pendaftaran dalam ibadah, berhubungan dengan lembaga kesehatan dan membantu mengidentifikasi orang-orang yang kontak dan menghubungi mereka jika diperlukan.

Keputusan kapan harus pindah ke fase yang berbeda

Mungkin aspek yang paling sulit dari menggunakan pendekatan langkah-demi-langkah ini adalah keputusan kapan harus bergerak dari satu langkah ke langkah lain - apakah akan meningkatkan atau menurunkan kegiatan-kegiatan di gereja.

Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Baru-baru ini, saya membaca pernyataan ini: pemerintah tidak bisa membuka perekonomian, masyarakatlah yang harus melakukannya. Demikian juga, gereja-gereja tidak dapat menjalankan kembali pelayanan langsung, jemaatlah yang harus melakukannya. Karena itu, salah satu faktor paling penting untuk dipertimbangkan adalah kebutuhan anggota gereja kita. Ketika ada kebutuhan nyata yang baiknya dipenuhi atau hanya dapat dipenuhi secara tatap muka, maka kita harus berusaha untuk memulai kembali pelayanan langsung lebih cepat.

Namun saya sangat menyarankan agar setiap gereja mulai dengan penilaian tingkat infeksi COVID-19 di lingkungannya. Apabila tingkat infeksinya meningkat atau masih tinggi, jangan dulu kita mulai kembali pelayanan langsung. Tetapi jika tingkat infeksi mulai menurun dan rendah, maka aman untuk melangkah ke langkah 1 dari perencanaan kita.

Lebih spesifik lagi, saya ingin melihat penurunan kasus dan angka kematian yang konsisten selama setidaknya 3 minggu sebelum kita mempertimbangkan langkah 1 dari perencanaan ini. Tetapi penurunan tidaklah cukup, kita juga harus memiliki tingkat infeksi yang rendah. Hal ini menjadi rumit, karena tanpa pengujian yang menyeluruh, kita tidak tahu jumlah sebenarnya dari infeksi yang ada di lingkungan kita. Sampai pengujian mulai ditingkatkan, kita hanya bisa memperkirakan saja berdasarkan jumlah kasus dan angka kematian yang dilaporkan. Tapi ini jelas bisa menimbulkan masalah.

Dengan adanya penurunan dan tingkat infeksi yang rendah, kita dapat mempertimbangkan faktor-faktor lain yang membuat kita bisa memulai lagi pelayanan langsung lebih awal atau nanti saja. Penting untuk melibatkan pimpinan gereja kita dan jemaat umum dalam proses ini. Kita perlu membantu jemaat kita memahami mengapa dan bagaimana kita membuat keputusan ini.

Sebagai contoh, untuk populasi seperti daerah tempat saya tinggal (2,2 juta populasi), dan dengan penurunan angka kematian dan jumlah kasus yang konsisten, satu set kriteria mungkin terlihat seperti ini (menggunakan moving average selama 3 hari):

Article continues below
  • Langkah 1: Secara konsisten <5 kematian per hari selama 3 minggu berturut-turut
  • Langkah 2: Secara konsisten <1 kematian per hari selama 3 minggu berturut-turut
  • Langkah 3: Secara konsisten <5 kasus per hari selama 3 minggu berturut-turut
  • Langkah 4: Secara konsisten <1 kasus per hari selama 3 minggu berturut-turut

Tapi saya hanya membuat tebakan yang masuk akal berdasarkan informasi dan pengetahuan yang terbatas. Seiring berjalannya waktu, kita akan belajar lebih banyak dan bimbingan yang lebih baik dapat diberikan.

Kesimpulan

Pandemi ini secara dramatis telah mengubah hidup kita dan telah memutarbalikkan dunia kita. Bagi banyak orang, hal ini sulit, sangat sulit. Baru beberapa bulan kita berada dalam pandemi ini, tetapi rasa sakit dan kekhawatiran yang kita atau orang-orang di sekitar kita rasakan sangatlah nyata.

Bagi gereja-gereja kita, keputusan yang harus segera diambil adalah kapan harus memulai kembali pelayanan langsung dan bagaimana untuk melakukannya dengan aman. Untuk membantu membuat keputusan-keputusan tersebut, saya telah menggunakan kebenaran Alkitab dan ilmu sains yang ada sebagai pedoman untuk mengembangkan pendekatan langkah-demi-langkah.

Sebagai penutup, saya ingin mengingatkan kita akan satu kepastian. Pandemi COVID dalam bentuknya yang sekarang ini akan berlalu. Suatu hari nanti kita akan melihat kembali ke saat ini dan melihat dengan jelas bahwa Tuhan ada bersama kita dan Dia bekerja di tengah-tengah kita untuk mendatangkan kebaikan. Mengetahui hal ini, kita dapat berpaling kepada-Nya hari ini dan meminta Dia untuk memberikan kita kebijaksanaan, belas kasih, dan iman untuk memimpin gereja-gereja kita saat ini.

Doa saya adalah agar artikel ini akan membantu gereja Anda menjalani panggilan misionalnya, memenuhi kebutuhan jemaat Anda, dan melindungi kesehatan mereka yang ada di gereja dan komunitas Anda dalam masa sulit ini.

Daniel Chin adalah seorang dokter yang ahli dalam pengobatan paru-paru dan perawatan kritis dan epidemiologi dengan 25 tahun pengalaman menangani kesehatan masyarakat global. Pada tahun 2003, ia memimpin banyak bantuan WHO ke Cina untuk mengatasi epidemi SARS.

[ This article is also available in English español Português العربية Français 简体中文 한국어 繁體中文 русский, and Tagalog. See all of our Indonesian (Bahasa Indonesia) coverage. ]