Unduh Renungan Prapaskah

Seringkali ketika dalam kondisi paling lembap dan gelap, ketika hujan sudah turun dan kesabaran mulai menipis, tunas-tunas hijau kehidupan baru akan mulai muncul. Benih yang telah mati dan terpendam adalah benih yang akan muncul di sisi lain dari pembusukan dalam kehidupan yang baru.

Saya memegang segenggam sisa-sisa tanaman kering di tangan saya dan menatap teman saya yang baru saja memberikannya kepada saya. “Apa ini?” tanya saya sambil membolak-balikkannya untuk melihat sisa-sisa tanah yang mengering dan menempel di sulur-sulur yang sepertinya dulu adalah akar. Lyndon Penner, teman baik saya yang telah menulis buku-buku tentang berkebun pada kondisi ekstrem di padang rumput Kanada, menunduk pada bongkahan kering tersebut dan tersenyum. “Bongkahan ini menyimpan rahasia,” katanya, “ini hidup, dan ini adalah hadiah saya untukmu.” Bongkahan itu terlihat sangat tidak hidup. Saya meremas batangnya, dan meskipun tampak mati, tidak ada dedaunan yang rontok—sebuah petunjuk bahwa tidak semuanya seperti yang terlihat.

Mawar Palsu Yerikho (The False Rose of Jericho) bukanlah mawar ataupun dari Yerikho. Ini adalah jenis tanaman paku kawat yang, ketika dihadapkan pada kondisi yang buruk, akan mengering, menyusut, lepas dari tanah, dan menggulung menjadi bulatan sampah rapuh seukuran bola bisbol. Warnanya tidak hijau lagi, dan bagi mata saya yang tidak terlatih, benda itu kelihatan benar-benar mati. Beberapa orang menyebutnya “tanaman batu” untuk alasan yang bagus (tanaman ini dijual di toko permata lokal kami), tanaman ini juga disebut “lumut kebangkitan” karena bahkan setelah beberapa tahun, tanaman ini akan menyingkapkan suatu rahasia. Kami mengumpulkan anak-anak perempuan kami di sekitar piring kecil berisi air dan meletakkan tanaman paku kawat yang kecoklatan tersebut di dalamnya. “Tuangkan air di atasnya juga. Biarkan tanaman itu tahu kalau sekarang sudah aman untuk hidup kembali,” saran Lyndon. Dalam beberapa jam tanaman itu mengembang seperti bayi yang meregang untuk napas pertamanya dan berubah warna menjadi hijau cerah. Kami terkagum-kagum. Ketika saya bertanya kepada Lyndon apa yang terjadi, dia menyentuh tepian tanaman yang masih mengembang itu dan menjelaskan bahwa sistem pembuluh tanaman ini tidak seperti pada tanaman lainnya: “Tanaman ini diciptakan berbeda. Tanaman ini diciptakan untuk hidup kembali.

Article continues below

Buletin-buletin gratis

Buletin-buletin lainnya

Pakar tanaman seperti Lyndon memiliki perasaan yang berbeda dan penuh makna tentang apa yang hidup dan apa yang mati. Sebuah pohon yang tumbang ke permukaan hutan dapat membawa lebih banyak kehidupan dalam kematiannya daripada ketika pohon itu masih hidup. Biomassa dari sebuah pohon yang mati akan menjadi inang bagi kumpulan bakteri, jamur, tumbuhan, serangga dan hewan, bahkan ruang kosong yang ditinggalkannya di hutan memberi ruang bagi cahaya baru untuk memicu tunas-tunas segar dan pertumbuhan generasi berikutnya. Benih dan umbi memiliki potensi lebih untuk masa depan daripada tanaman tua yang menghasilkannya. Apa yang mati, kering, dan terbang ke sana kemari di kebun dapat menjadi bahan kehidupan baru di tahun depan. Bahkan beberapa benih hanya terbuka dan bertunas setelah kebakaran hutan melahapnya: ini adalah misteri yang membingungkan yang menjalin harapan dan kehilangan secara bersamaan dalam simpul yang hanya bisa diurai oleh kesabaran.

Misteri gereja juga serupa dan sebuah imajinasi yang mempesonakan mungkin akan mengungkapkan apa yang sebenarnya selama ini. Kisah gereja adalah teka-teki dengan kombinasi kata dan gambar yang mengeja kisah salib dalam hidup kita. Seharusnya tidaklah mengejutkan bagi kita jika komunitas Allah akan menjalani kelahiran kembali melalui ritme musim seperti benih yang terkubur dan hidup kembali. Yesaya 41 berbicara tentang kehausan umat Allah yang tercekik debu, yang sangat mirip dengan tanaman paku kawat yang kering kecoklatan—terlepas, rapuh, dan tidak menentu—dan gambaran tersebut memberikan bentuk bagi ketidakpastian kita sendiri. Namun, masih ada gaung pengharapan, sekalipun melalui bahasa yang paling serius: “Aku telah memilih engkau. Aku tidak akan menjatuhkanmu. Jangan panik. Aku ada bersamamu.” (Yes. 41:9–10 terjemahan Alkitab versi The Message).

Gereja akan menyusut ketika tidak dapat bertumbuh, dan akan menjadi hidup ketika menemukan kembali sumber kehidupannya. Dalam pengalaman saya, gereja diciptakan untuk berkembang dengan dua syarat yang telah Yesus tetapkan bagi kita: kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Jika gereja tidak berakar dalam kondisi yang sehat ini, gereja akan mengalami kemunduran dan mungkin akan tampak kering dan rapuh, sampai gereja menemukan kondisi tertentu untuk berakar kembali. Saya menyebut ini “katup pengaman” gereja; ketika gereja tidak berakar pada tujuannya yang semula, gereja tidak akan dapat berkembang, sekalipun terlihat seperti ada lapisan pertumbuhan dan kesuksesan. Dapatkah gereja yang tidak mengasihi sesamanya benar-benar disebut gereja? Di dalam gereja terdapat mekanisme untuk penyusutannya, dan sistem pembuluh untuk kelahirannya kembali. Hal ini adalah kabar baik. Ini adalah hal yang pasti untuk tanaman paku kawat. Alih-alih mati, tanaman itu menutup pembuluhnya, "mematikan" diri, dan menanti dengan sabar.

Article continues below
Two Men Contemplating the Moon
Image: Image: Caspar David Friedrich / Wikimedia Commons

Two Men Contemplating the Moon

Penyair Malcolm Guite menangkap paradoks kesabaran seperti tanaman paku kawat kering yang terguling-guling tertiup angin. Ia menuliskan kata-katanya dalam “Pujian untuk Pembusukan”:

Dalam kebaruan yang gemerlap,
ada begitu banyak yang mati,
Plastik yang terus ada mencekik hidup kita,
Tempat pembuangan barang-barang yang tak berarti dari ego masing-masing,
Di mana racun dan kepemilikan terus bertambah.
Jadi pujilah Dia di masa yang tua dan membusuk,
Dalam daun berwarna emas muda yang kehilangan bentuk dan ujungnya,
Dalam kompos berbintik-bintik yang gemerisik dan subur,
Dari sanalah materi kehidupan masih tersingkap.

...

Berdoalah agar kita mempelajari seni yang hilang dari masa lalu kita,
Seni untuk melepaskan dan menabur benih,
Itulah rahasia dari kaum yang rendah dan terlemah Yang mungkin menyelamatkan kita dari hal-hal mengerikan yang masih ada.

Penyanyi dan penulis lagu Kanada, Steve Bell, menulis lagu dengan judul yang sama, meminjam dari tema tersebut, dan merenungkan:

Mungkin tidaklah terlalu buruk hal-hal yang membusuk itu
Gelombang laut yang datang dalam pasang dan surut itu
Cahaya yang naik lalu menetap hingga penghujung hari itu
Detak jantung yang dapat berhenti dan mulai kembali itu.

Sebagai pendeta jemaat di Lake Ridge Community Church, Chestermere, Alberta, dan pendeta Royal Canadian Mounted Police (Polisi Berkuda Kerajaan Kanada) di kota saya, pekerjaan saya adalah berada di hadirat Allah di tengah ritme dari masa kehilangan dan kehidupan yang rapuh. Saya berkumpul dan dengan lembut mencoba untuk merengkuh pengalaman sesama saya yang kering dan menumpuk, serta bertanya-tanya bersama mereka tentang potensi kehidupan. Apakah ada warna hijau di sini? Apakah ada harapan kebangkitan setelah semua yang telah kita lihat? Sinisme, ketakutan, kecemasan, dan kemarahan tidaklah jauh dari tepian pencarian ini; hal-hal tersebut adalah alat tumpul yang kita gunakan saat kita menghadapi kesedihan yang luar biasa. Kita adalah manusia yang memiliki naluri ilahi di dalam diri kita untuk mendorong melawan kegelapan, tetapi sarana kemarahan kita tidak memupuk dasarnya dengan pengharapan. Kehidupan tidaklah datang dengan paksaan.

Article continues below

Yesus, ketika Ia bangkit dari kubur, dikira seorang penunggu taman. Kisah ini adalah kisah favorit saya. “Kata Yesus kepadanya: ‘Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?’ Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepada-Nya: ‘Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Maria!’ Maria berpaling dan berkata kepada-Nya...” Saya memasuki momen intim dalam Yohanes 20 ini karena di sini Yesus bertemu dengan dunia yang rusak, yang runtuh dengan sendirinya, terhuyung-huyung karena kematian di atas bukit Golgota. Di sini, dalam kisah ini, tampak tindakan kasih pertama dari Yesus setelah kebangkitan-Nya: Ia ketahuan sedang berkebun. Pribadi yang bercerita tentang benih dan rumput liar, dan sudah ada di awal dunia diciptakan, di sini tampak sibuk di taman kuburan, dengan jari-jari yang memindahkan kerikil, membersihkan tanah tersebut dan bertanya-tanya tentang pertumbuhan, seperti yang layaknya dilakukan oleh tukang kebun di mana pun. Yesus, dengan telapak tangan menggenggam debu dunia yang Ia cintai ini, bagi saya menjadi gambaran kehidupan gereja yang paling indah dan paling penuh pengharapan.

Dalam beberapa minggu terakhir, tangan saya telah membuka pintu bagi mereka yang sedang dalam proses menuju penahanan. Tangan saya juga dengan hati-hati telah menerima tali tiang gantungan yang dibuat sendiri oleh orang yang mencoba bunuh diri, yang akhirnya diserahkan dengan tetesan air mata. Dan tangan saya juga telah memegang tangan orang yang sedang menunggu operasi. Saya juga membuat makanan ringan untuk anak-anak tetangga, menuangkan bergalon-galon kopi bagi mereka yang memiliki cerita untuk dibagikan, dan membolak-balik kertas dalam rapat panitia. Kita rapuh, terbatas, dan penuh keraguan—tercabut dari akar dan mencari-cari air, tetapi di sinilah kita menemukan bahwa kita terbuat dari sesuatu yang berbeda. Tangan kita diciptakan untuk merawat permukaan tanah. Dekat permukaan tanah adalah tempat kematian dan kehidupan bertemu.

Agama, perusahaan, dan kerajaan, semua sangat mengkhawatirkan kematian. Mereka memecat, mempekerjakan, menggabungkan, dan memaksakan kehendak mereka untuk memastikan mereka tetap hidup. Yesus disalibkan oleh mereka yang menganggap-Nya terlalu berisiko bagi kehidupan mereka. Ia bukanlah ancaman bagi hidup mereka; Ia menawarkan hidup kepada mereka.

Article continues below

Kita adalah orang-orang yang melangkah di jalan Yesus. Gereja diciptakan untuk hidup kebangkitan, dan untuk memberikan diri kita dalam kasih bagi sesama. Kita telah memiliki pemahaman, yang dibangun di dalam Kristus, bahwa menjadi yang terakhir, terhilang, terpakai, dan kering bukanlah akhir dari diri kita. Di luar makam Lazarus, Yesus mendekat kepada Marta untuk menyingkapkan misteri Paskah: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,”(Yoh. 11:25). Bahkan dalam kematian, kita hidup. Begitulah kita diciptakan.

Preston Pouteaux adalah pendeta Lake Ridge Community Church di Chestermere, Alberta, dan penulis dari beberapa buku, di antaranya buku The Bees of Rainbow Falls: Finding Faith, Imagination, and Delight in Your Neighbourhood.

Artikel diterjemahkan oleh Ivan K. Santoso.

Artikel ini merupakan bagian dari New Life Rising yang menampilkan artikel dan pendalaman Alkitab yang merefleksikan makna kematian dan kebangkitan Yesus. Terbitan khusus ini yang dapat digunakan selama masa Prapaskah, Paskah, atau kapan saja. Pelajari lebih lanjut di http://orderct.com/lent.

[ This article is also available in English and Français. See all of our Indonesian (Bahasa Indonesia) coverage. ]